Kompolnas Mengusulkan Pemasangan Body Camera bagi Seluruh Anggota Polisi saat Bertugas

 

Kompolnas Mengusulkan Pemasangan Body Camera bagi Seluruh Anggota Polisi saat Bertugas

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengajukan usulan agar setiap anggota polisi dilengkapi dengan body camera atau kamera yang terpasang pada tubuh saat menjalankan tugas atau patroli di lapangan. Usulan ini dimaksudkan sebagai langkah untuk mencegah dan memantau tindakan anggota polisi di lapangan sehingga tidak terjadi pelanggaran. Usulan ini muncul setelah kasus tewasnya Afif Maulana, seorang pelajar berusia 13 tahun.

"Kompolnas telah lama merekomendasikan penggunaan body camera kepada seluruh anggota Polri yang bertugas di lapangan," ujar Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, saat dihubungi pada Rabu, 26 Juni 2024.

Poengky menjelaskan bahwa pemasangan body camera pada setiap anggota polisi sangat efektif untuk memastikan bahwa mereka bertindak profesional dalam menjalankan tugas mereka di lapangan. "Penggunaan body camera merupakan bentuk pengawasan sekaligus pertanggungjawaban profesionalitas anggota," tambahnya.

Menurut Poengky, jika setiap anggota polisi telah menggunakan body camera, maka penyebab kematian Afif Maulana (13) tidak akan menjadi simpang siur. Dalam kasus kematian Afif, terdapat dugaan pertama bahwa ia disiksa oleh anggota polisi, dan dugaan kedua bahwa ia melompat dari atas jembatan untuk melarikan diri dari kejaran polisi saat hendak tawuran.

"Kompolnas berharap dengan adanya kasus ini, Polda Sumbar dapat mempertimbangkan penggunaan body camera bagi anggota yang bertugas di lapangan," ujarnya.

Desakan untuk Mengusut Tuntas Penyebab Kematian Afif Maulana

Kompolnas juga mendesak agar Polda Sumatera Barat (Sumbar) segera mengusut tuntas penyebab kematian seorang siswa SMP, Afif Maulana (13), yang ditemukan tewas di sungai daerah Padang. Desakan ini dimaksudkan untuk menjawab simpang siurnya informasi mengenai penyebab kematian Afif, di mana korban diduga melompat dari atas jembatan karena hendak tawuran atau mengalami penyiksaan oleh anggota polisi.

"Kami mendorong adanya pemeriksaan yang profesional dan komprehensif dengan dukungan scientific crime investigation. Hasilnya harus disampaikan kepada keluarga korban dan publik secara transparan," kata Poengky.

Poengky menyatakan bahwa Kompolnas telah mengirimkan surat klarifikasi dan tidak menutup kemungkinan untuk mendatangi langsung Polda Sumatera Barat guna melakukan klarifikasi. "Fokus kami adalah apakah benar dugaan bahwa korban meninggal dunia akibat penyiksaan yang dilakukan oleh anggota Sabhara Polri yang sedang melakukan pengamanan terhadap kelompok remaja yang akan tawuran?" tanyanya. "Ataukah ada penyebab lainnya? Apa hasil pemeriksaan Propam terhadap 30 anggota yang mencegah tawuran?" tambahnya.

Poengky mendesak agar penyidik Polda Sumatera Barat melakukan penyelidikan dengan metode Scientific Crime Investigation, termasuk memperlihatkan hasil otopsi, bukti lain di TKP, rekaman CCTV di sekitar lokasi, serta keterangan saksi yang terakhir melihat korban. "Jika benar korban meninggal dunia akibat penyiksaan oleh anggota kepolisian, maka pelaku harus diproses pidana dengan hukuman yang berat dan diproses kode etik dengan hukuman pemecatan," tegasnya.

Namun, Poengky juga menyoroti bahwa jika nanti tidak ditemukan dugaan penyiksaan oleh anggota polisi atas kematian Afif, maka hal tersebut harus dijawab dengan bukti yang kuat. "Hilangnya nyawa korban bisa masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Tetapi jika berdasarkan penyelidikan tidak ditemukan adanya penyiksaan, maka penyidik harus mencari tahu dengan dukungan scientific crime investigation apa yang menyebabkan korban meninggal dunia, sehingga tidak menimbulkan pertanyaan publik," ujarnya.

Penjelasan Polisi

Penyebab kematian seorang pelajar SMP bernama Afif Maulana (13) yang ditemukan di bawah jembatan Sungai Batang Kuranji, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat pada 9 Juni 2024 lalu masih menjadi teka-teki.

Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Suharyono, menyatakan bahwa beberapa hari terakhir banyak narasi yang viral di media sosial mengenai penyebab kematian pelajar tersebut akibat dianiaya polisi. Menurutnya, tuduhan tersebut harus dibuktikan.

"Saya tidak akan pernah percaya sebelum penyelidikan selesai bahwa ada yang menyebut polisi di sini berbuat sesuatu yang tidak sesuai standar operasional prosedur. Dari mana dia tahu? Makanya akan kita amankan dulu orangnya, akan kita periksa dulu orang yang memviralkan berita itu, dari mana sumbernya," jelas Suharyono.

Suharyono menambahkan bahwa pada 9 Juni 2024 ada 18 pelajar SMP yang dibawa ke Polsek Kuranji karena hendak tawuran, tetapi tidak ada satu pun yang bernama Afif Maulana. "Dari 18 orang yang dibawa itu semua anak SMP, tidak ada yang bernama Afif Maulana," ujarnya.

Kemudian, siang harinya sekitar pukul 11.55 WIB, ditemukan mayat di bawah jembatan Kuranji yang bernama Afif Maulana. "Berdasarkan keterangan Aditia yang membonceng Afif Maulana saat itu, dia mengaku diajak Afif melompat ke sungai untuk menghindari pengejaran polisi. Itu kesaksiannya dari Aditia," kata Suharyono.

Suharyono menambahkan bahwa dari 18 orang yang dibawa itu ada satu orang yang diamankan karena membawa senjata tajam. "Satu kedapatan membawa senjata tajam, sementara di lokasi banyak ditemukan senjata tajam yang berserakan," tuturnya.

Komentar